Pendidikan Indonesia, Perkembangan Kurikulum di Indonesia
11/08/2017
Tambah Komentar
Foppsiwanasaba.com
- Sejarah mencatat bahwa Kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia yakni
kurikulum 1947 sampai kurikulum 2013, kurikulum tersebut mengalami
pembaruan-pembaruan mengikuti perkembangan dunia pendidikan yang semakin modern
dan tentunya karena faktor perkembangan zaman. Berikut kurikulum dari dulu
sampai sekarang.
1) Kurikulum
1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah
dalam bahasa Belanda leer plan artinya rencana pelajaran, istilah ini lebih
popular dibanding istilah curriculum (bahasa Inggris). Perubahan arah
pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan
nasional. Sedangkan asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang
berjalan saat itu dikenal dengan sebutan Rentjana Pelajaran 1947, yang baru
dilaksanakan pada tahun 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan
kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok:
a.
Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya,
b.
Garis-garis besar pengajaran.
Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi
sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang
pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai
pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan
berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka
pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang
merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang
diutamakan adalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap
kesenian dan pendidikan jasmani.
2) Kurikulum
1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952
Pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan.
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang kemudian diberi nama
Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem
pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum
1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut
Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali,
seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur
Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Pada masa itu juga dibentuk kelas
Masyarakat. Yaitu sekolah khusus bagi lulusan Sekolah Rendah 6 tahun yang tidak
melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti
pertanian, pertukangan, dan perikanan tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke
jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
3) Kurikulum
1964, Rentjana Pendidikan 1964
Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari
kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat
pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran
dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan
moral, kecerdasan, emosional/artistik, keterampilann, dan jasmani. Ada yang
menyebut Panca wardhana berfokus pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa,
karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi:
moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan
jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan
fungsional praktis.
4) Kurikulum
1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan kurikulum 1964, yakni dilakukan
perubahan struktur kulrikulum pendidikan dari pancawardhana menjadi pembinaan
jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum ini
merupakan perwujudan perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni
dan konsekuen. Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis yaitu
mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama.
Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan
pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Djauzak
menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran
pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak
mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi
apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
5) Kurikulum
Periode 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih
efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang
manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata
Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode, materi,
dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
(PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran
setiap satuan bahasan.
Setiap satuan pelajaran dirinci lagi dalam bentuk Tujuan
Instruksional Umum (TIU), Tujuan Instruksional Khusus (TIK), materi pelajaran,
alat pelajaran, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi. Guru harus trampil
menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
6) Kurikulum 1984, Kurikulum 1975 yang Disempurnakan
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski
mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini
juga sering disebut Kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan
sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan,
hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau
Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984
adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode
1980-1986.
Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di
sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat
diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan
CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa
berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi
mengajar model berceramah. Akhiran penolakan CBSA bermunculan.
1) Kurikulum
1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan
dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran,
yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem
caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan
dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup
banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan
menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. Kurikulum 1994 bergulir lebih pada
upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan
antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata
Mudjito menjelaskan.
Pada kurikulum 1994 perpaduan tujuan dan proses belum berhasil
karena beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga
lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing,
misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai
kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu
masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum
super padat. Kehadiran Suplemen Kurikulum 1999 lebih pada menambal
sejumlah materi.
8) Kurikulum
2004, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Kurikulum 2004, disebut juga Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok,
yaitu: pemilihan kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator
evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi; dan pengembangan
pembelajaran.
Ciri-ciri KBK sebagai berikut:
1.
Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara
individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes)
dan keberagaman.
2.
Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi,
3.
sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar
lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
4.
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya
penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
5.
Struktur kompetensi dasar KBK ini dirinci dalam komponen aspek,
kelas dan semester.
6.
Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun
dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut.
7.
Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun
pelajaran pada setiap level.
8.
Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan,
1.
Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil
belajar mereka pada level ini?
2.
Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas
kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur dengan berbagai teknik
penilaian.
9.
Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan
indikator adalah untuk menjawab pertanyaan, Bagaimana kita
mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?.
Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan
kemampuan untuk melakukan kompetensi tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar
performance yang telah ditetapkan. Hal ini mengandung arti bahwa
pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat
kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu
kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai
dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan
berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan
seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu (Puskur, 2002:55).
Kurikulum 2004 lebih keren dengan nama Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK). Setiap mata pelajaran dirinci berdasarkan kompetensi apa yang
mesti di capai siswa. Kerancuan muncul pada alat ukur pencapaian kompetensi
siswa yang berupa Ujian Akhir Sekolah dan Ujian Nasional yang masih berupa soal
pilihan ganda. Bila tujuannya pada pencapaian kompetensi yang diinginkan pada
siswa, tentu alat ukurnya lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu
mengukur sejauh mana pemahaman dan kompetensi siswa. Walhasil, hasil KBK tidak
memuaskan dan guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang
diinginkan pembuat kurikulum.
9) Kurikulum
Periode KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran) 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan, muncullah KTSP. Disusun oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang selanjutnya ditetapkan oleh
Menteri Pendidikan Nasional melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) nomor 22, 23, dan 24 tahun 2006. Menurut Undang-undang nomor 24
tahun 2006 pasal 1 ayat 15, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah
kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing
satuan pendidikan. Jadi, penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan
dengan memperhatikan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang
dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Disamping itu,
pengembangan KTSP harus disesuaikan dengan kondisi satuan pendidikan, potensi
dan karakteristik daerah, serta peserta didik.
Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP
dimana panduan tersebut berisi sekurang-kurangnya model-model kurikulum tingkat
satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) tersebut dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi daerah/ karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan
peserta didik.
Tujuan KTSP ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta
kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan
peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk
memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang
ada di daerah. Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi
satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam
penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat
satuan pendidikan yang bersangkutan.
Dengan terbitnya permen nomor 24 tahun 2006 yang mengatur
pelaksanaan permen nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi kurikulum dan permen
nomor 23 tahun 2006 tentang standar kelulusan, lahirlah kurikulum 2006 yang
pada dasarnya sama dengan kurikulum 2004. Perbedaan yang menonjol terletak pada
kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari desentralisasi
sistem pendidikan.
Pada kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar
kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut
untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan
kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran,
dihimpun menjadi sebuah perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Penyusunan KTSP menjadi tanggung jawab sekolah di bawah
binaan dan pemantauan dinas pendidikan daerah dan wilayah setempat.
Pada akhir tahun 2012 KTSP dianggap kurang berhasil, karena pihak
sekolah dan para guru belum memahami seutuhnya mengenai KTSP dan munculnya
beragam kurikulum yang sulit mencapai tujuan pendidikan nasional. Maka mulai
awal tahun 2013 KTSP dihentikan pada beberapa sekolah dan digantikan
dengan kurikulum yang baru.
10) Kurikulum
2013 (K-13)
Kurikulum
2013 merupakan penyempurnaan, modivikasi dan pemutakhiran dari kurikulum
sebelumnya. Sampai saat ini pun saya belum menerima wujud aslinya seperti apa.
Namun berdasarkan informasi beberapa hal yang baru pada kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 sudah diimplementasikan pada tahun pelajaran
2013/2014 pada sekolah-sekolah tertentu (terbatas). Kurikulum 2013 diluncurkan
secara resmi pada tanggal 15 Juli 2013. Sesuatu yang baru tentu mempunyai
perbedaan dengan yang lama.
Semoga
bermanfaat, terima kasih telah berkunjung di website kami..
Belum ada Komentar untuk "Pendidikan Indonesia, Perkembangan Kurikulum di Indonesia"
Posting Komentar